Bahasa Kehidupan Dalam Kamus Kecil, Joko Pinurbo
Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu.
Walau kadang rumit dan membingungkan
Ia mengajari saya mengarang ilmu
…
Bahasa sejatinya hadir tidak hanya sebagai perantara, pengantar, atau media komunikasi belaka. Di dalamnya, dapat mengandung arti dan makna jika dihidupkan pada kondisi yang berbeda dan bagaimana cara kita memaknainya dengan interpretasi kita masing-masing. Begitupun sastra, unsur-unsur yang hidup dalam sastra adalah rangkaian sakral yang lahir dengan disertai sebab-akibat. Bagaimana setiap sastra adalah ilmu, adalah, ungkapan, atau menjadi obat bagi jiwa-jiwa yang meleburkan dirinya dalam suatu ruang sastra. Sastra juga dapat menjadi wadah luapan segala jenis emosi, atau karya yang hanya sekadar sebagai pengalaman atas hal yang dilihat di sekitar. Menikmati sastra tentu dapat dilakukan melalui banyak hal. lewat mempelajari keilmuannya, melalui musik-musik asik, pantun-pantun lucu, dan juga melalui salah satu jenis karya sastra lainnya yaitu, puisi. Berbicara mengenai puisi, dewasa ini, telah banyak penyair yang menciptakan puisi yang kemudian disebarluaskan dan dinikmati oleh masyarakat. Salah satunya adalah puisi karya penyair ternama negeri ini, Joko Pinurbo.
Joko Pinurbo adalah seorang sastrawan yang lahir di Sukabumi, 11 Mei 1962. Lulusan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sudah gemar mengarang banyak puisi sejak beliau duduk di bangku Sekolah. Dengan melewati berbagi suka duka hingga saat ini beliau dapat memegang banyak penghargaan atas karnyanya. Beberapa karya beliau yaitu: Celana (1999), Di Bawah Kibaran Sarung (2001), Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003), Kekasihku (2004), Pacar Senja: Seratus Puisi Pilihan (2005), Kepada Cium (2007), Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007), Tahilalat (2012), Haduh, aku di-follow (2013), Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan (2013), Bulu Matamu: Padang Ilalang (2014), Surat Kopi (2014), Surat dari Yogya (2015), Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016), Malam Ini Aku Akan Tidur Di Matamu (2016), Buku Latihan Tidur (2017), Srimenanti (2019), Salah Piknik (2021). Dan atas karya tersebut beliau juga telah mendapat berbagai penghargaan.
Keluasan berpikir dan keluwesan seorang Joko Pinurbo dalam merangkai satu demi satu kata pada karyanya sangat menarik perhatian untuk dibaca secara berulang. Banyak yang telah melakukan analisis pada karya-karya beliau. Salah satunya pada puisinya yang berjudul “Kamus Kecil”, salah satu puisi yang langsung membuat orang dapat jatuh cinta sejak pertama kali membacanya. Dengan bahasa sederhana, namun lucu, beliau meramu dinamika yang terjadi di dalam kehidupan secara singkat melalui sastra berbentuk puisi menjadi satu padu yang kemudian disampaikan melalui bahasa yang apik juga ciamik. Jika membaca karya beliau, seolah-olah seperti diajak melihat makna hidup melalui diksi-diksi yang memperlihatkan kepada pembaca tentang esensi hidup, betapa sederhananya kita dapat menggunakan dan memaknai hidup lewat kata-kata. Betapa magisnya kata menjadi penyampai pesan.
Dimulai dari “Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu. Walau kadang rumit dan membingungkan”. Jika ditelaah secara ilmu kebahasaan, bahasa Indonesia yang sesuai dengan kamus dan bahasa yang digunakan sehari-hari tidak semua sama dalam penggunannya. Misal, masyarakat terbiasa menyebut sekedar dan apotik, padahal yang benar adalah sekadar dan apotek. Penggunaan imbuhan, dan peluluhan kata. Dan lain sebagainya. Namun pada larik selanjutnya, “Ia mengajari saya mengarang ilmu”. Dari hal yang rumit dan membingungkan ternyata memberi ilmu dan pengajaran. Saya memaknainya bahwa bahasa adalah kehidupan, bahwa mungkin dalam hidup kita akan selalu menemukan hal-hal rumit nan membingungkan, berbentuk senang, sedih, penerimaan atau kehilangan, tapi semua pada akhirnya akan memberi kita pengalaman yang membentuk diri tumbuh menjadi seseorang yang lebih dari segala hal. Sedikit atau banyak. Disadari maupun tidak.
Setelah itu, berlanjut kepada larik dengan kalimat-kalimat bersambung seolah-olah seperti sebab-akibat dari setiap hal yang berawal akan memiliki akhir yang berkaitan, juga serius namun sekaligus bermain-main (lucu). Tidak ada yang terjadi secara begitu saja, ada “kisah” yang terbentuk dari “kasih”. Suatu “ingin” pasti bermula dari “angan”. “Ibu” adalah yang kasihnya penuh, diumpamakan dengan seseorang yang tidak pernah kehilangan “Iba”. Segala “kebaikan” akan selalu lahir kembali sebagai “kebaikan, kebaikan” dalam jumlah yang tak terbatas, yang bukan kita penentunya. Orang “ramah” yang tidak mudah “marah”. Bahwa dengan “gigih” akan menjadikanmu “gagah”. Jika ingin menjadi “bintang” maka harus tahan “banting”. Dilanjutkan secara kompleks dengan larik:
Bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang kepada Tuhan
Bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira
Sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila
Bahwa orang putus asa suka memanggil asu
Bahwa lidah memang pandai berdalih
Bahwa kelewat paham bisa berakibat hampa
Bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman
…
Membaca puisi Kamus Kecil secara keseluruhan, atau melalui potongan larik puisi di atas menjelaskan tentang bahasa yang condong menyampaikan realitas kehidupan, gagasan-gagasan tentang apa yang mungkin dilihat oleh Joko Pinurbo dalam hidupnya. Pemilihan kata yang tepat membuat karyanya menjadi lebih bermakna. Ketertarikan orang-orang terhadap puisi sangat dipengaruhi oleh pemilihan bahasanya. Mengutip dari penyataan penyair Hasta Indriyana bahwa bahasa adalah hal yang penting karena bahasa adalah awal wadah terciptanya kebaruan makna dan estetika dengan teknik bermain-main. Jika banyak yang menuturkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi maka bahasa adalah inti yang urgensinya termasuk penting dalam proses menyampaikan ekspresi. Menurut beliau juga, melalui suatu bahasa, puisi adalah semesta kemungkinan yang kompleks. Seperti dua sisi, hubungan antara tubuh dan jiwa manusia.
Membaca uraian di atas mungkin cenderung kepada interpretasi penulis secara pribadi, tapi sejatinya kehidupan dan sastra berjalan beriringan. Kehidupan adalah seni, dan segala aspeknya pada hakikatnya memiliki seninya masing-masing. Kita dapat menyampaikan bahasa kehidupan melalui sastra. Karena sastra terutama puisi tidak memiliki makna yang stabil. Siapa pun itu, bebas menginterpretasikan berbagai jenis sastra sesuai dengan pengalaman dan apa yang ada di dalam benak pikirnya. Dan siapa pun itu, juga berhak menuliskan apa yang ia pikirkan. Menyampaikan dengan bahasa yang diiinginkan. Karena dengan menulis suatu hal bisa menjadi tetap hidup, dinikmati kembali dan menjadi cerita dengan impact yang tidak sama, untuk diri sendiri, atau yang dibagikan untuk dibaca. Seperti kata Haruki Murakami (seorang penulis asal Jepang) pada bukunya: “…aku menuliskan cerita ini supaya aku tidak melupakan. Karena menulis dengan kalimat-kalimat adalah tindakan paling efektif untuk tidak melupakan sesuatu…”. Besar harapan saya agar sastra dan Bahasa Indonesia terus tumbuh dan berkembang baik di negeri ini sebagai apapun itu, semakin lestari dan hidup dengan umur yang panjang. Karena apa yang telah lahir hendaknya dijaga dengan baik. Semoga!